Keberadaan Situs
Karangkamulyan dan Kisah Ciung Wanara di Desa Karangkamulyan Kecamatan
Cijeungjing Kabupaten Ciamis (Suatu Tinjauan Sejarah)
A.
LATAR BELAKANG
Karangkamulyan
adalah salah satu cagar budaya yang ada di kabupaten Ciamis. Cagar budaya Karangkamulyan
ini merupakan peninggalan Kerajaan Galuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) jilid III, situs adalah daerah temuan benda-benda purbakala. Situs ini
juga dapat dikatakan sebagai situs yang sangat strategis karena berbatasan
dengan pertemuan dua sungai yakni sungai citanduy dan sungai cimuntur. Kosoh S,
dalam bukunya yang bejudul Sejarah Daerah Jawa Barat mengemukakan : “…….apabila
ditinjau dari sudut pandang keagamaan dalam hal ini agama Hindu, Karangkamulyan
adalah sebuah tempat yang letaknya sangat baik yaitu pertemuan dua sungai
besar, yaitu sungai citanduy dan sungai cimuntur”. Selain itu, ia juga
menjelaskan bahwa penduduk setempat dan juga babad Galuh menganggap bahwa
Karangkamulyan itu juga merupakan pusat Kerajaan Galuh karena dilihat dari arti
katanya sendiri, Karangkamulyan artinya tempat yang mulia atau tempat yang
dimuliakan.
Para sejarawan
dapat menyimpulkan bahwa agama yang dianut pada masa Kerajaan Galuh adalah
agama Hindu karena berdasarkan Carita Parahyangan yang menyebutkan bahwa
pemujaan yang umum dilakukan oleh Raja Galuh adalah sewabakti ring batara
upati. Upati berasal dari bahasa Sansekerta utpati atau utpata, yaitu nama lain
untuk Yama, dewa pencabut nyawa agama Hindu dari mazhab Siwa. (Nugroho
Notosusanto, 1993, 358).
Kawasan
Situs Karangkamulyan, tepatnya berada di desa Karangkamulyan Kecamatan
Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Jaraknya sekitar 17 km ke arah timur dari ibukota
Kabupaten Ciamis. Terletak diantara pertemuan dua sungai yakni sungai Citanduy
dan Cimuntur, dengan batas sebelah utara adalah jalan raya Ciamis-Banjar,
sebelah selatan sungai Citanduy, sebelah barat merupakan sebuah parit yang
lebarnya sekitar 7 meter, dan batas sebelah timur adalah sungai Cimuntur.
Kawasan
Karangkamulyan ini disebut sebagai situs, karena didalamnya terdapat
peninggalan purbakala. Menurut UU Benda Cagar Budaya, Situs adalah suatu tempat
yang diduga mengandung sejarah. Suatu komplek situs dapat disebut sebagai Benda
Cagar Budaya yang dilindungi oleh pemerintah. Undang-undang yang mengatur
perlindungan terhadap Benda Cagar Budaya adalah, UU BCB No. 5 Tahun 1992. Salah
satu bunyi UU BCB No. 5 Tahun 1992 pasal 26 adalah “Barang siapa yang dengan
sengaja merusak Benda Cagar Budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa,
memindahkan Benda Cagar Budaya tersebut tanpa izin dari pemerintah akan
dipidana dengan penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun atau denda setinggi-tingginya
seratus juta”. (Adeng, 1994/1995).
Menurut
penelitian arkeologis, Situs Karangkamulyan merupakan peninggalan zaman
purbakala, sejarah dan keagamaan. Kekunaannya sebagian besar merupakan kekunoan
dari masa pra sejarah. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1985).
Peninggalan
purbakala ini letaknya terpencar-pencar, serta memiliki sebutan khusus, yaitu
sebutan sehari-hari yang dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi
didalam kisah ciung wanara. Peninggalan-peninggalan tersebut diantarannya :
Pangcalikan (Pelinggih), Sanghyang Bedil, Penyambung Ayam, Lambang Peribadatan,
Panyandaan, Cikahuripan dan Makam Dipati Panaekan. (Proyek Penelitian
Purbakala, 1987).
Kawasan
Situs Karangkamulyan juga merupakan objek wisata. Keadaan alamnya sangat
menyenangkan, udaranya sejuk dan nyaman karena ditumbuhi berbagai jenis
tumbuhan. Tumbuhan kecil seperti perdu jumlahnya mencapai 60 jenis, sedangkan
tumbuhan yang besar dan langka jumlahnya dapat dihitung dengan jari tetapi
sangat membawa kesejukkan seperti pohon binong, beringin, pohon kondang, pohon
ceuri, kapolaga, ki maung, rukem, karaminan, burahol dan lain sebagainya.
Selain itu, terdapat pula beratus-ratus rumpun bambu yang turut memadati area
yang luasnya kurang lebih 25 ha.
Secara
fisik Situs Karangkamulyan menyerupai sebuah taman yang sangat luas dengan
pepohonan yang lebat seperti hutan. Yang didalamnya bihuni oleh berbagai macam
satwa seperti lutung, ular sanca, musang, babi hutan, berbagai jenis burung,
kucing hitam, biawak, trenggiling serta binatang-binatang kecil lainnya.
Peninggalan
di situs Karangkamulyan dihubungkan dengan legenda Ciung Wanara. Disebutkan
ketika Prabu Adimulya Permanadikusuma memerintah Galuh, berkehendak untuk
menjalani hidup sebagai pertapa. Untuk mewujudkan keinginan itu, pemerintahan
Galuh diserahkan kepada Prabu Bondan Sarati. Prabu Adimulya Permanadikusuma
memulai kehidupan sebagai pertapa bergelar Pandita Ajar Sukaresi.
Galuh
di bawah pemerintahan Prabu Bondan Sarati tidak lagi makmur. Rakyat sangat
menderita karena raja memerintah dengan sewenang-wenang. Diam-diam raja ingin
melenyapkan Pandita Ajar Sukaresi. Di pertapaan, Ajar Sukaresi terus menerus
melatih kesktian. Hingga akhirnya kesaktian Ajar Sukaresi terkenal di
mana-mana. Melihat keadaan seperti ini Bondan Sarati tidak merasa senang tetapi
merasa sebaliknya.
Dengan
dalih ingin mengetahui kesaktian Ajar Sukaresi, Bondan Sarati meminta kepada
Ajar Sukaresi untuk menebak isi kandungan Dewi Naganingrum, istri Ajar
Sukaresi, yang sebenarnya tidak mengandung. Ajar Sukaresi tahu bahwa Dewi
Naganingrum tidak mengandung, namun ia mengatakan bahwa Dewi Naganingrum mengandung
bayi laki-laki yang kelak akan menyaingi Bondan Sarati.
Bondan
Sarati gusar dan memerintahkan prajuritnya untuk membunuh Ajar Sukaresi. Tidak ada prajurit yang
berhasil membunuhnya bahkan selalu mendapat celaka. Kandungan Dewi Naganingrum
semakin terlihat. Bondan Sarati semakin gusar. Untuk mencegah ramalan Ajar
Sukaresi, Dewi Naganingrum dibuang di hutan. Raja berpesan kepada Paman Lengser
jika Dewi Naganingrum benar-benar melahirkan bayi laki-laki maka bayi itu harus
dibunuh.
Ketika
saatnya tiba Dewi Naganingrum benar melahirkan bayi laki-laki. Paman Lengser
tidak tega membunuhnya. Bayi itu kemudian dimasukkan ke dalam peti dengan
dibekali telur dan keris kemudian dihanyutkan di Sungai Citanduy. Untuk memberi
bukti kepada raja, Paman Lengser membunuh anak anjing dan darahnya
diperlihatkan kepada raja.
Bayi
yang dihanyutkan ditemukan oleh nelayan yang bernama Aki Balangantrang dan
kemudian dirawat dan diasuhnya. Telur ayam yang menyertainya juga dirawat yang
kemudian menetas jadi ayam jantan. Selama dalam asuhan Aki Balangantrang bayi
tersebut disembunyikan di Geger Sunten. Anak yang diasuh Aki Balangantrang
suatu saat diajak ke hutan untuk belajar berburu. Di hutan menjumpai burung
ciung dan kera (wanara). Anak asuh Aki Balangantrang sangat terkesan dan
meminta kepada Aki Balangantrang supaya dirinya diberi nama Ciungwanara.
Berkat
asuhan Aki Balangantrang, Ciungwanara tumbuh menjadi seorang dewasa yang cerdas
dan tangkas. Ketika itu di Galuh sedang marak perjudian sabung ayam. Ayam
jantan yang menyertai bayi Ciungwanara juga tumbuh menjadi ayam aduan yang
tangguh. Kecerdasan Ciungwanara dan ketangguhan ayam jantannya terdengar oleh
Bondan Sarati. Raja Galuh ini mulai gusar. Ia memerintahkan membunuh
Ciungwanara dengan siasat mengadakan sayembara sabung ayam. Direncanakan ketika
berlangsung sabung ayam Ciungwanara dibunuh.
Sayembara
sabung ayam yang diselenggarakan Bondan Sarati hadiahnya bagi yang bisa
mengalahkan ayam raja berupa separuh wilayah Kerajaan Galuh. Mendengar berita
itu, Ciungwanara tidak segan-segan memanfaatkan kesempatan. Ketika terjadi
pertempuran antara ayam Ciungwanara dan ayam Bondan Sarati, Ciungwanara selalu
waspada, sehingga terhindar dari usaha pembunuhan. Akhirnya ayam Ciungwanara
dapat mengalahkan ayam raja.
Atas
kekalahannya dalam sabung ayam, Bondan Sarati ingkar janji untuk memberikan
separoh wilayah kerajaan. Bahkan memerintahkan rakyat membuat kerangkeng untuk
menangkap Ciungwanara. Ketika kerangkeng sudah siap Bondan Sarati memeriksanya.
Ketika itu pula Ciungwanara beraksi menutup kerangkeng. Prabu Bondan Sarati
terjebak di dalamnya dan tidak bisa keluar selama-lamanya. Melihat peristiwa
ini seluruh rakyat Galuh bersuka cita. Kesengsaraan yang mereka derita selama
ini terbalaskan. Ciungwanara kemudian diangkat menjadi raja di Galuh.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis berupaya untuk
mengkajinya dalam bentuk penelitian yang berjudul “Keberadaan
Situs Karangkamulyan dan Kisah Ciung Wanara di Desa Karangkamulyan Kecamatan
Cijeungjing Kabupaten Ciamis (Suatu Tinjauan Sejarah)”.
A.
RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi permasalahan
dalam rencana penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana latar belakang
keberadaan Situs Karangkamulyan ?
2. Cerita lisan
seperti apakah yang beredar dimasyarakat tentang Situs Karangkamulyan ?
3. Bagaimana
keadaan Karangkamulyan sekarang sebagai situs maupun sebagai objek wisata ?
4. Bagaimana
tanggapan masyarakat sekitar pada umumnya dan pengunjung pada khususnya tentang
Situs Karangkamulyan dan Cerita lisan yang beredar dimasyarakat ?
5. Bagaimana kontribusi keberadaan Situs
Karangkamulyan
bagi perekonomian masyarakat sekitarnya ?
B.
TUJUAN
PENELITIAN
Setiap diadakan penelitian
tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai pada dasarnya kegiatan penelitian ini
bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam
peninggalan arkeologis di kota Ciamis tentang
Situs Karangkamulyan terutama unsur kesejarahannya.
Selain tujuan umum tersebut di atas kegiatan penelitian itu juga mempunyai
tujuan khusus sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang
latar belakang keberadaan Situs Karangkamulyan.
2. Untuk mengungkapkan
tentang cerita lisan yang beredar dimasyarakat sekitar tentang Situs Karangkamulyan.
3. Untuk mengetahui tentang keadaan
Karangkamulyan sekarang sebagai situs maupun sebagai objek wisata.
4. Untuk
mengungkapkan tanggapan masyarakat sekitar pada umumnya dan pengunjung pada
khususnya tentang Situs Karangkamulyan dan Cerita lisan yang beredar
dimasyarakat.
5. Untuk mengetahui
kontribusi keberadaan Situs
Karangkamulyan
bagi perekonomian masyarakat sekitarnya.
C.
MANFAAT
PENELITIAN
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara
praktis.
Adapun manfaat
penelitian dapat penulis kemukakan sebagai berikut :
1.
Manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai bahan
tambahan dan untuk melengkapi sejarah lokal, khususnya tentang Keberadaan Situs
Karangkamulyan dan Kisah Ciung Wanara di Desa Karangkamulyan Kecamatan
Cijeungjing Kabupaten Ciamis dan upaya pelestariannya.
2.
Manfaat praktis penelitian ini diharapkan pula dapat
memberikan pemikiran khususnya bagi penulis dan sebagai informasi kepada para
pembaca untuk lebih mengetahui dan memahami tentang Keberadaan Situs
Karangkamulyan dan Kisah Ciung Wanara di Desa Karangkamulyan Kecamatan
Cijeungjing Kabupaten Ciamis dan upaya pelestariannya.
D.
SISTEMATIKA
PENULISAN
Agar
penulisan penelitian ini lebih teratur, maka penulis menyusun sistematika
pembahasan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, dalam bab ini menguraikan
pokok-pokok berkenaan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
DAFTAR PUSTAKA
·
Adeng, 1994/1995. Peninggalan Sejarah Kepurbakalaan
sebagai Objek Wisata di Kabupaten DT. II Ciamis. Depdikbud. Dirjen Kebudayaan.
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
·
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1985. Rapat Evaluasi
Hasil Penelitian Arkeologi II Puslit Arkenas : Jakarta.
·
Proyek Penelitian Purbakala.1987.10 Tahun Kerjasama Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan EFEO. Proyek Penelitian
Purbakala : Jakarta.
·
Notosusanto, nugroho. 1993.sejarah nasional Indonesia II.
Jakarta : Balai
Pusaka.
·
S, kokoh, dkk. Sejarah daerah jawa barat.proyek inventarisasi
dan dokumentasi sejarah nasional. Jakarta : cv.dwi karya.
·
Suryani NS, Elis. 2009. Kearifan Lokal dalam Naskah Sunda
Kuno. Artikel Priangan, Senin 22 November 2009. Tasikmalaya : Priangan.
·
Suryani NS, Elis. 2010. Mengungkap Naskah Kuno Sunda.
Artikel dalam Koran Radar Tasikmalaya. Selasa 12 Januari 2010.
·
Marsellia, Mira. 2006. Bojong Galu Karangkamulyan Ciung
Wanara. [online]. Tersedia : http://www.miramarsellia.wordpress.com/2006/10/09/bojong-galuh-karang-kamulyan-ciung-wanara/ [09 Oktober
2007]
· Pikiran Rakyat. 2007. [online]. Tersedia : http://pikiran-rakyat.com/cetak/0104/25/0801.html [09 Oktober
2007]
Sukardja, H. Djadja. (1997). Situs Karangkamulyan dan
Kisah Ciung Wanara. Ciamis : H. Djadja Sukardja S.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar