Selasa, 07 Mei 2013

Penelitian Sejarah


Keberadaan Situs Karangkamulyan dan Kisah Ciung Wanara di Desa Karangkamulyan Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis (Suatu Tinjauan Sejarah)

 

A.               LATAR BELAKANG


Karangkamulyan adalah salah satu cagar budaya yang ada di kabupaten Ciamis. Cagar budaya Karangkamulyan ini merupakan peninggalan Kerajaan Galuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jilid III, situs adalah daerah temuan benda-benda purbakala. Situs ini juga dapat dikatakan sebagai situs yang sangat strategis karena berbatasan dengan pertemuan dua sungai yakni sungai citanduy dan sungai cimuntur. Kosoh S, dalam bukunya yang bejudul Sejarah Daerah Jawa Barat mengemukakan : “…….apabila ditinjau dari sudut pandang keagamaan dalam hal ini agama Hindu, Karangkamulyan adalah sebuah tempat yang letaknya sangat baik yaitu pertemuan dua sungai besar, yaitu sungai citanduy dan sungai cimuntur”. Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa penduduk setempat dan juga babad Galuh menganggap bahwa Karangkamulyan itu juga merupakan pusat Kerajaan Galuh karena dilihat dari arti katanya sendiri, Karangkamulyan artinya tempat yang mulia atau tempat yang dimuliakan.

Para sejarawan dapat menyimpulkan bahwa agama yang dianut pada masa Kerajaan Galuh adalah agama Hindu karena berdasarkan Carita Parahyangan yang menyebutkan bahwa pemujaan yang umum dilakukan oleh Raja Galuh adalah sewabakti ring batara upati. Upati berasal dari bahasa Sansekerta utpati atau utpata, yaitu nama lain untuk Yama, dewa pencabut nyawa agama Hindu dari mazhab Siwa. (Nugroho Notosusanto, 1993, 358).

Kawasan Situs Karangkamulyan, tepatnya berada di desa Karangkamulyan Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis. Jaraknya sekitar 17 km ke arah timur dari ibukota Kabupaten Ciamis. Terletak diantara pertemuan dua sungai yakni sungai Citanduy dan Cimuntur, dengan batas sebelah utara adalah jalan raya Ciamis-Banjar, sebelah selatan sungai Citanduy, sebelah barat merupakan sebuah parit yang lebarnya sekitar 7 meter, dan batas sebelah timur adalah sungai Cimuntur.

Kawasan Karangkamulyan ini disebut sebagai situs, karena didalamnya terdapat peninggalan purbakala. Menurut UU Benda Cagar Budaya, Situs adalah suatu tempat yang diduga mengandung sejarah. Suatu komplek situs dapat disebut sebagai Benda Cagar Budaya yang dilindungi oleh pemerintah. Undang-undang yang mengatur perlindungan terhadap Benda Cagar Budaya adalah, UU BCB No. 5 Tahun 1992. Salah satu bunyi UU BCB No. 5 Tahun 1992 pasal 26 adalah “Barang siapa yang dengan sengaja merusak Benda Cagar Budaya dan situs serta lingkungannya atau membawa, memindahkan Benda Cagar Budaya tersebut tanpa izin dari pemerintah akan dipidana dengan penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun atau denda setinggi-tingginya seratus juta”. (Adeng, 1994/1995).

Menurut penelitian arkeologis, Situs Karangkamulyan merupakan peninggalan zaman purbakala, sejarah dan keagamaan. Kekunaannya sebagian besar merupakan kekunoan dari masa pra sejarah. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1985).

Peninggalan purbakala ini letaknya terpencar-pencar, serta memiliki sebutan khusus, yaitu sebutan sehari-hari yang dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam kisah ciung wanara. Peninggalan-peninggalan tersebut diantarannya : Pangcalikan (Pelinggih), Sanghyang Bedil, Penyambung Ayam, Lambang Peribadatan, Panyandaan, Cikahuripan dan Makam Dipati Panaekan. (Proyek Penelitian Purbakala, 1987).

Kawasan Situs Karangkamulyan juga merupakan objek wisata. Keadaan alamnya sangat menyenangkan, udaranya sejuk dan nyaman karena ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan. Tumbuhan kecil seperti perdu jumlahnya mencapai 60 jenis, sedangkan tumbuhan yang besar dan langka jumlahnya dapat dihitung dengan jari tetapi sangat membawa kesejukkan seperti pohon binong, beringin, pohon kondang, pohon ceuri, kapolaga, ki maung, rukem, karaminan, burahol dan lain sebagainya. Selain itu, terdapat pula beratus-ratus rumpun bambu yang turut memadati area yang luasnya kurang lebih 25 ha.

Secara fisik Situs Karangkamulyan menyerupai sebuah taman yang sangat luas dengan pepohonan yang lebat seperti hutan. Yang didalamnya bihuni oleh berbagai macam satwa seperti lutung, ular sanca, musang, babi hutan, berbagai jenis burung, kucing hitam, biawak, trenggiling serta binatang-binatang kecil lainnya.

Peninggalan di situs Karangkamulyan dihubungkan dengan legenda Ciung Wanara. Disebutkan ketika Prabu Adimulya Permanadikusuma memerintah Galuh, berkehendak untuk menjalani hidup sebagai pertapa. Untuk mewujudkan keinginan itu, pemerintahan Galuh diserahkan kepada Prabu Bondan Sarati. Prabu Adimulya Permanadikusuma memulai kehidupan sebagai pertapa bergelar Pandita Ajar Sukaresi.

Galuh di bawah pemerintahan Prabu Bondan Sarati tidak lagi makmur. Rakyat sangat menderita karena raja memerintah dengan sewenang-wenang. Diam-diam raja ingin melenyapkan Pandita Ajar Sukaresi. Di pertapaan, Ajar Sukaresi terus menerus melatih kesktian. Hingga akhirnya kesaktian Ajar Sukaresi terkenal di mana-mana. Melihat keadaan seperti ini Bondan Sarati tidak merasa senang tetapi merasa sebaliknya.

Dengan dalih ingin mengetahui kesaktian Ajar Sukaresi, Bondan Sarati meminta kepada Ajar Sukaresi untuk menebak isi kandungan Dewi Naganingrum, istri Ajar Sukaresi, yang sebenarnya tidak mengandung. Ajar Sukaresi tahu bahwa Dewi Naganingrum tidak mengandung, namun ia mengatakan bahwa Dewi Naganingrum mengandung bayi laki-laki yang kelak akan menyaingi Bondan Sarati.

Bondan Sarati gusar dan memerintahkan prajuritnya untuk membunuh   Ajar Sukaresi. Tidak ada prajurit yang berhasil membunuhnya bahkan selalu mendapat celaka. Kandungan Dewi Naganingrum semakin terlihat. Bondan Sarati semakin gusar. Untuk mencegah ramalan Ajar Sukaresi, Dewi Naganingrum dibuang di hutan. Raja berpesan kepada Paman Lengser jika Dewi Naganingrum benar-benar melahirkan bayi laki-laki maka bayi itu harus dibunuh.

Ketika saatnya tiba Dewi Naganingrum benar melahirkan bayi laki-laki. Paman Lengser tidak tega membunuhnya. Bayi itu kemudian dimasukkan ke dalam peti dengan dibekali telur dan keris kemudian dihanyutkan di Sungai Citanduy. Untuk memberi bukti kepada raja, Paman Lengser membunuh anak anjing dan darahnya diperlihatkan kepada raja.

Bayi yang dihanyutkan ditemukan oleh nelayan yang bernama Aki Balangantrang dan kemudian dirawat dan diasuhnya. Telur ayam yang menyertainya juga dirawat yang kemudian menetas jadi ayam jantan. Selama dalam asuhan Aki Balangantrang bayi tersebut disembunyikan di Geger Sunten. Anak yang diasuh Aki Balangantrang suatu saat diajak ke hutan untuk belajar berburu. Di hutan menjumpai burung ciung dan kera (wanara). Anak asuh Aki Balangantrang sangat terkesan dan meminta kepada Aki Balangantrang supaya dirinya diberi nama Ciungwanara.

Berkat asuhan Aki Balangantrang, Ciungwanara tumbuh menjadi seorang dewasa yang cerdas dan tangkas. Ketika itu di Galuh sedang marak perjudian sabung ayam. Ayam jantan yang menyertai bayi Ciungwanara juga tumbuh menjadi ayam aduan yang tangguh. Kecerdasan Ciungwanara dan ketangguhan ayam jantannya terdengar oleh Bondan Sarati. Raja Galuh ini mulai gusar. Ia memerintahkan membunuh Ciungwanara dengan siasat mengadakan sayembara sabung ayam. Direncanakan ketika berlangsung sabung ayam Ciungwanara dibunuh.

Sayembara sabung ayam yang diselenggarakan Bondan Sarati hadiahnya bagi yang bisa mengalahkan ayam raja berupa separuh wilayah Kerajaan Galuh. Mendengar berita itu, Ciungwanara tidak segan-segan memanfaatkan kesempatan. Ketika terjadi pertempuran antara ayam Ciungwanara dan ayam Bondan Sarati, Ciungwanara selalu waspada, sehingga terhindar dari usaha pembunuhan. Akhirnya ayam Ciungwanara dapat mengalahkan ayam raja.

Atas kekalahannya dalam sabung ayam, Bondan Sarati ingkar janji untuk memberikan separoh wilayah kerajaan. Bahkan memerintahkan rakyat membuat kerangkeng untuk menangkap Ciungwanara. Ketika kerangkeng sudah siap Bondan Sarati memeriksanya. Ketika itu pula Ciungwanara beraksi menutup kerangkeng. Prabu Bondan Sarati terjebak di dalamnya dan tidak bisa keluar selama-lamanya. Melihat peristiwa ini seluruh rakyat Galuh bersuka cita. Kesengsaraan yang mereka derita selama ini terbalaskan. Ciungwanara kemudian diangkat menjadi raja di Galuh.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis berupaya untuk mengkajinya dalam bentuk penelitian yang berjudul “Keberadaan Situs Karangkamulyan dan Kisah Ciung Wanara di Desa Karangkamulyan Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis (Suatu Tinjauan Sejarah)”.

A.               RUMUSAN MASALAH


Adapun yang menjadi permasalahan dalam rencana penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.     Bagaimana latar belakang keberadaan Situs Karangkamulyan ?
2.     Cerita lisan seperti apakah yang beredar dimasyarakat tentang Situs Karangkamulyan ?
3.     Bagaimana keadaan Karangkamulyan sekarang sebagai situs maupun sebagai objek wisata ?
4.     Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar pada umumnya dan pengunjung pada khususnya tentang Situs Karangkamulyan dan Cerita lisan yang beredar dimasyarakat ?
5.     Bagaimana kontribusi keberadaan Situs Karangkamulyan bagi perekonomian masyarakat sekitarnya ?


B.                TUJUAN PENELITIAN

Setiap diadakan penelitian tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapai pada dasarnya kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam peninggalan arkeologis di kota Ciamis tentang  Situs Karangkamulyan  terutama unsur kesejarahannya. Selain tujuan umum tersebut di atas kegiatan penelitian itu juga  mempunyai  tujuan khusus sebagai berikut :

1.     Untuk mengetahui tentang latar belakang keberadaan Situs Karangkamulyan.
2.     Untuk mengungkapkan tentang cerita lisan yang beredar dimasyarakat sekitar tentang Situs Karangkamulyan.
3.     Untuk mengetahui tentang keadaan Karangkamulyan sekarang sebagai situs maupun sebagai objek wisata.
4.     Untuk mengungkapkan tanggapan masyarakat sekitar pada umumnya dan pengunjung pada khususnya tentang Situs Karangkamulyan dan Cerita lisan yang beredar dimasyarakat.
5.     Untuk mengetahui kontribusi keberadaan Situs Karangkamulyan bagi perekonomian masyarakat sekitarnya.

C.               MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
Adapun manfaat penelitian dapat penulis kemukakan sebagai berikut :

1.     Manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai bahan tambahan dan untuk melengkapi sejarah lokal, khususnya tentang Keberadaan Situs Karangkamulyan dan Kisah Ciung Wanara di Desa Karangkamulyan Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis dan upaya pelestariannya.
2.     Manfaat praktis penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan pemikiran khususnya bagi penulis dan sebagai informasi kepada para pembaca untuk lebih mengetahui dan memahami tentang Keberadaan Situs Karangkamulyan dan Kisah Ciung Wanara di Desa Karangkamulyan Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis dan upaya pelestariannya.

D.               SISTEMATIKA PENULISAN

Agar penulisan penelitian ini lebih teratur, maka penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I         Pendahuluan, dalam bab ini menguraikan pokok-pokok berkenaan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.



DAFTAR PUSTAKA

·        Adeng, 1994/1995. Peninggalan Sejarah Kepurbakalaan sebagai Objek Wisata di Kabupaten DT. II Ciamis. Depdikbud. Dirjen Kebudayaan. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.
·        Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1985. Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi II Puslit Arkenas : Jakarta.
·        Proyek Penelitian Purbakala.1987.10 Tahun Kerjasama Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan EFEO. Proyek Penelitian Purbakala : Jakarta.
·        Notosusanto, nugroho. 1993.sejarah nasional Indonesia II. Jakarta : Balai Pusaka.
·        S, kokoh, dkk. Sejarah daerah jawa barat.proyek inventarisasi dan dokumentasi sejarah nasional. Jakarta : cv.dwi karya.
·        Suryani NS, Elis. 2009. Kearifan Lokal dalam Naskah Sunda Kuno. Artikel Priangan, Senin 22 November 2009. Tasikmalaya : Priangan.
·        Suryani NS, Elis. 2010. Mengungkap Naskah Kuno Sunda. Artikel dalam Koran Radar Tasikmalaya. Selasa 12 Januari 2010.
·        Marsellia, Mira. 2006. Bojong Galu Karangkamulyan Ciung Wanara. [online]. Tersedia : http://www.miramarsellia.wordpress.com/2006/10/09/bojong-galuh-karang-kamulyan-ciung-wanara/ [09 Oktober 2007]
· Pikiran Rakyat. 2007. [online]. Tersedia : http://pikiran-rakyat.com/cetak/0104/25/0801.html [09 Oktober 2007]
Sukardja, H. Djadja. (1997). Situs Karangkamulyan dan Kisah Ciung Wanara. Ciamis : H. Djadja Sukardja S.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar